Aku selalu mencuri pandang kepadamu. Memerhatikan garis tegas wajahmu dari jauh. Berusaha mendekatimu, berteman denganmu, agar kita menjadi akrab dan tidak ada lagi kecanggungan.
Aku tidak mengenalmu waktu itu. bahkan namamu. Tapi ketika aku melihatmu memainkan senar gitar itu, menariknya lincah, tanpa rasa canggung di depan orang asing sama sekali, aku terpesona. Jarak kita hanya beberapa puluh centi saja saat itu. Mataku tak pernah lepas dari permainan gitarmu yang telah menawan hatiku. Aku selalu kagum dengan orang yang bisa memainkan gitar dengan begitu bagusnya. Siapapun… tapi kau, di malam depan ruko penjual mie titi saat kita semua ngamen mencari dana untuk pelatihan daerah di sidrap, berhasil menyihirku tanpa aku bisa melawan. Mantramu sangat manis, kau tau?
Sungguh, banyak tarikan senarmu yang salah, aku pun merasa heran kenapa aku bisa segitu terhipnotisnya, apa karena pancaran matamu? Sikap berdirimu? Suara jernihmu saat menyanyikan Ceria-nya J-Rocks? Atau karena rasa percaya dirimu yang tinggi yang –bahkan- tidak malu mesti harus ngamen demi mengais rupiah untuk melaksanakan program pelatihan daerah untuk mengajar anak-anak SMA di sidrap sana. Ya, mungkin karena itu, hanya kamu yang tidak malu, hanya kamu yang dengan percaya dirinya menyanyi dan bermain gitar meski dengan nada yang seringkali serong kanan-kiri, kamu membuat orang-orang bermobil itu menyisihkan selembaran 50ribunya, menarik rasa simpati mereka untuk tidak berlaku apatis demi pendidikan kita.
Jujur, malam itu aku sangat malu harus ikut ngamen dan menjadi orang yang memegang kardus dengan label “Pencarian Dana Untuk Pelatihan Daerah di Sidrap”
Tapi karena memegang kardus itulah jarak kita hanya dipisahkan gitar. Dan aku melihatmu. Disitu. Mempesonaku.
Aku mencari tahu namamu. Secara tidak kentara mencari informasi tentangmu. Salam kenal, AR. Bolehkah aku mengenalmu lebih jauh?
2 komentar:
mantap
@geje.mlete : makasih
Posting Komentar